Cerita Puisi Kehidupan

Kamis, 23 Agustus 2018

Cerita Puitis Singkat

S-A-H-A-B-A-T

Sahabat...
Orang yang menjadi pemacu semangat untuk bangkit,
Tidak memendam amarah, tapi alarm yang tepat waktu di saat salah.

Sahabat...
Apa yang dulu membuat kita dekat?
Jujur ku tak bisa mengingatnya kembali,
Tapi ku bahagia karena kedekatan ini.
Kau mampu membuat ku merasa aman dan nyaman tanpa harus bertindak lebih dari batasanmu.
Suka mu, duka mu, kau bagikan tanpa pikir pada ku.
Kau membuat ku merasa orang yang di percaya di bumi ini.
Membuatku merasa di perhatikan.
Membuat ku merasa menjadi Sang Inspiratif. 

Terkadang ku tak yakin akan cerita banggamu tentang diriku pada orang-orang.
Kau mengangkat naik diriku yang hampir terpijakkan problematika kehidupan.
Kau membuatku merasa tak pernah sendiri.
Kau melebihi saudara kandungku.
Tingkah konyolmu, bahasa hiperbolamu, cerita khayalanmu selalu membuat bibir ini menampakkan gigi.
Kau bagaikan manusia tanpa masalah.
Disaat kau terpuruk, kau punya caramu sendiri. Kau memilih menyendiri.
Jujur ku tak suka. Tingkah mu itu Egois bagiku.

Bagi kesedihanmu pada ku, jangan kau pendam sendiri.
Kau membuatku tak berguna di saat kau seperti ini. 

Sahabat...
Kumohon,,, apapun yang terjadi di antara kita jangan pernah tinggalkan satu sama lain.
Ku tak tau apa yang terjadi jika kau meninggalkanku. 
Mungkin 80% semangat hidup ku bakal hilang.

Andai ku temukan Sahabat baru, nuansa nya pasti berbeda. Dan aku lelah mengulang segalanya dengan hal baru.
Aku lelah memberitahu orang baru makanan kesukaanku, makanan yang aku benci, alergi ku, penyakitku, aku lelah memberitahunya lagi.
Aku berharap tidak ada pengkhianatan antara kita. 
Aku tak ingin tahun-tahun yang lalu terhempas begitu saja hanya karena ketidak setiaan d antara kita.

Jadilah Sahabat ku selamanya sob,
Janganlah berganti.
Tetaplah seperti ini.



By : Nita C. Agustina D.

Rabu, 15 Agustus 2018

Cerita Puitis Singkat


"Rasa"



Apa ini namanya.....??
Perasaan ini.....
Rasa kecewa ketika ku dengar kau membicarakan wanita lain dengan semangatmu yg tinggi. Kau tampak bahagia jika menyebut namanya, kau tampak lupa siapa aku yg sedang kau ajak bicara.

Aku.....
Aku siapa?
Apa berhakku membiarkan rasa ini muncul di hatiku.
Dia hanyalah sahabatku. Tidak lebih dari itu.
Aku tak ingin
Persahabatan ini hancur karna rasa yang harus ku acuhkan.
Lebih baik ku pendam sendiri,
Daripada ku sampaikan namun berujung tak berarti.
Apalah dayaku yang hanya mampu mendengar curhatanmu, memahami situasi mu, namun tak pernah mampu mengukir namaku di hatimu.
Namun skarang pun ku sudah bahagia,
Ku mampu menulis namaku dengan tinta permanent di pikiranmu.
Kau selalu mengingat namaku di saat kau ingin meluapkan pengalamanmu, kesedihanmu, dan cerita khayalanmu yang kadang tak masuk akal.
Andaipun nama ku itu terhapus dan bahkan sengaja kau hapuskan, ku pastikan itu masih berbekas.
Kenangan, cerita, raut wajah, senyuman, tangisan, dan lelucon yang mengisi hari-hari kita saat bersama.
Kehadiran wanita itu mungkin bisa memutuskan cerita di antara kita tapi dia tak kan mampu memutar ulang dan menghapus semua kenangan kita yang sudah usang namun berarti itu.

Sahabat.... Maaf 'ku sempat membiarkan rasa ini melekat di hatiku beberapa waktu.
Tapi ku senang, ku mampu menahannya sendiri. Ku tak membebanimu dengan perasaanku ini.

Hati....
Mohon pahamilah keadaanku. Bantuku tuk tahu diri. Ku tak kan pernah bisa hidup bersamanya selamanya. Dia terlalu bagus untukku.

Rasa...
Kuharap berubah tujuanlah.. Cari jalan yang lain. Ganti rutemu. Jangan ke dia. Dia sudah bahagia bersama yang lain.
Rasa ku padanya...
Berhentilah sampai disini
Agar ku tak lama merasakan cinta sendiri.
Cinta pada orang yang tak pernah cinta padaku.
Ku ingin bebas.. Bebas dari beban yang kubuat sendiri. Bebas dari khayalan yang tak kan terwujud.

Rasa.... Mengertilah keadaanku. Bantulah aku tuk tahu diri. Agar kau tak terlalu lama bekerja tanpa arti yang hanya mampu menguras pikiran dan emosiku.

Rasa.... Makasih atas perjuanganmu selama ini, semoga ini menjadi pembelajaran untukku agar menemukan yang lebih baik lagi, yang bisa menerima ku apa adanya ini.


Karya : Nita C. Agustina D.